Pertanian dimasa majapahit.
latar Belakang
Kekuasaan Kerajaan Majapahit yang hampir mencakup seluruh Nusantara dari semenanjung Malaya hingga mencapai Irian Jaya (Papua), kekuasaan tersebut memberi gambaran bahwa Majapahit mempunyai pengaturan kekuasaan yang baik dan armada laut yang kuat. Dibalik kekuasaan Majapahit yang luas dan memiliki armada laut yang kuat, pasti ada faktor lain yang menyebabkan Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan yang kuat. Faktor ekonomi adalah faktor yang berperan penting, faktor ekonomi dapat dianggap penting bagi kerajaan Majapahit karena keberadaan ekonomi yang maju akan berdampak pada aspek kehidupan lain, seperti kehidupan sosial, politik, dan budaya. Keberlangsungan Kerajaan Majapahit secara ekonomi didukung adanya pertanian yang baik. Pertanian tersebut menjadikan kekuatan ekonomi majapahit menjadi kuat. Hingga memiliki armada laut yang kuat pula
Letak Kerajaan Majapahit yang berada di Jawa Timur yang memiliki iklim tropis menyebabkan pertanian di daerah tersebut sangat subur. Secara geografis, wilayah Kerajaan Majapahit yang cukup luas ditunjang dengan adanya aliran sungai dan gunung berapi merupakan faktor yang menjadikan pertanian di Kerajaan Majapahit bisa berkembang dengan pesat. Pertanian di Majapahit juga berkembang karena adanya bantuan dari penguasa kerajaan, hal itu dapat di buktikan dengan adanya peninggalan berupa prasasti, karya sastra, relief, dan peninggalan-peninggalan arkeologis. Pertanian dapat dipandang sebagai sektor kehidupan yang sangat penting karena pada sektor tersebut tentu menjadi sumber pemasukan pajak dan menjadi kelangsungan hidup kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit di kenal sebagai kerajaan maritim yang kuat dan memiliki hubungan dengan kerajaan di luar nusantara seperti Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa, Karnataka, Goda, dan Siam yang berlangsung sebelum adanya Kerajaan Majapahit. Nusantara yang terletak di antara dua benua dan dua samudera menjadikan wilayah yang sangat strategis untuk dilalui oleh kapal dagang asing. Kapal dagang tersebut menyebar di wilayah Nusantara yang lain. Majapahit sendiri memiliki pelabuhan dan letak kerjaan yang strategis karena adanya aliran sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas. Majapahit sebagai kerajaan agraris juga mempunyai peran penting dalam perdagangan itu, produksi utama yang di hasilkan adalah beras yang menjadi sumber makanan utama pada waktu itu.
Sumber bukti perdagangan yang terjadi pada masa majapahit terdapat dalam prasasti, relief, karya sastra, berita cina, dan artefak peninggalan majapahit. Di sekitar Kerajaan Majapahit juga di temukan tinggalan-tinggalan arkeologis berupa pecahan keramik, teracotta wajah yang menggambarkan kedatangan orang dari luar Nusantara yang pernah singgah di Majapahit. Kerajaan Majapahit memiliki peradaban yang maju pada sektor pertanian dan perdagangan, hal tersebut menjadi gambaran bahwa Majapahit bukan hanya Kerajaan Maritim saja tapi juga merupakan Kerajaan agraris yang memiliki perkembangan sektor perekonomian yang cukup maju. Kemajuan perekonomian tersebut menjadikan Majapahit sebagai kerajaan yang disegani, dari sektor pertanian yang maju menjadi penopang kehidupan dan kelangsungan Majapahit.
Kemajuan sektor pertanian tersebut tak lepas dari adanya teknologi pertanian yang dihasilkan dari evolusi budaya yang ada sejak dulu. Teknologi pertania yang ada dan sarana fisik yang mendukung majunya pertanian di masa itu. Hasil dari pertanian tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan diperjual belikan dengan pedagang asing. Karena itu, pertanian menjadi sektor paling penting dalam perkembangan Majapahit
Pertanian di Majapahit
Majapahit sebagai Kerajaan Maritim yang disegani karena memiliki wilayah kekuasaan yang luas tentu memiliki armada laut yang kuat untuk mempertahankan pengaruh dan kewibawaannya diantara pengaruh dari Kerajaan lain. Namun, di balik kekuatan armada laut yang kuat tentu sektor yang dapat menopangnya adalah pertanian karena seperti Kerajaan yang lain Majapahit juga merupakan kerajaan agraris. Letak daerah Majapahit di Jawa Timur yang berada pada daerah tropis menyebabkan daerah tersebut sangat cocok untuk pengembangan pertanian, kondisi ini juga didukung secara geografis yang terletak pada wilayah dataran rendah yang cukup luas, adanya aliran beberapa sungai dan terdapat gunung berapi adalah faktor pendorong berkembangnya kesuburan tanah sehingga menyebabkan pertanian masa Majapahit dapat menjadi sektor utama pemasukan kerajaan. Perkembangan pertanian masa Majapahit dapat berkembang hingga maksimal karena mendapat dukungan dari pihak penguasa kerajaan dengan dibuatnya sistem pengairan dan pengembangan teknologi pertanian.
Pada dasarnya ada enam jenis aktivitas perekonomian yang mendukung Majapahit yaitu pertanian, perkebunan, pemanfaatan hutan, peternakan, perburuan hewan, dan kerajinan. Bahan makanan yang dihasilkan pertanian di Majapahit umumnya tidak jauh berbeda pada masa sekarang ini bahan makanan tersebut adalah beras, umbi-umbian, cabe, labu, kacang-kacangan, rempah-rempah, buah-buahan, dan jenis palem. Namun yang menjadi produksi utama pada masyarakat adalah produksi padi, hal tersebut sesuai dengan kondisi makanan pokok masyarakat jawa kuno adalah beras. Beras menjadi bahan kebutuhan pokok masyarakat jawa bahkan hingga kini beras masih menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia, pada saat kerajaan majapahit beras merupakan penentu perekonomian Majapahit. Beras tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan setempat bahkan menjadi komoditas eksport, di masa Majapahit beras digunakan juga untuk di barter dengan rempah-rempah yang berada di Maluku, kemudian rempah-rempah tersebut menjadi bahan yang dapat dikonsumsi dan diperjual belikan dengan pedagang yang berasal dari luar Nusantara. Pertanian merupakan sumber pendapatan karena adanya pajak yang dikenakan pada petani. Pajak pertanian tersebut menjadi pemasukan yang sangat besar bagi pihak kerajaan.
Jenis Pertanian di Majapahit
Wilayah Majapahit yang cocok mengembangan pertanian memiliki karakter yang dapat digunakan untuk mengembangan dua jenis pertanian yang terdapat di masyarakat jawa. Wilayahnya yang terletak di daerah tropis dapat digunakan untuk mengembangkan jenis pertanian basah dan kering seperti pertanian yang ada pada saat ini. Pertanian kering yang ada di Majapahit juga tidak terlalu berbeda jauh dengan pertanian kering di masa kini, pertanian kering di Majapahit tersebut juga di lakukan di tegalan, kebun, dan di ladang. Pertanian kering ini tidak memerlukan banyak air baik dari irigasi oleh sumber mata air, sungai dan air hujan.
Pertanian tegalan lebih banyak digunakan saat Majapahit karena lahan yang digunakan untuk pertanian tegalan ini tidak seluas lahan yang digunakan untuk pertanian ladang, Lahan pada pertanian pertegalan ini juga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum tegalan tersebut ditanami. Tanaman yang dihasilkan pada pertanian pertegalan yang tanpa menggunakan sistem irigasi atau pengairan kebutuhan air tanaman-tanaman tersebut dapat terpenuhi dengan adanya air tanah dan curah hujan yang cukup. Tanaman tersebut seperti umbi-umbian, biji-bijian, dan padi gaga (padi kering). Letak lokasi tegalan berjauhan dari hunian pada masa itu.
Pertanian ladang berbeda dengan pertanian tegalan. Pada pertanian ladang, lahan yang digunakan lebih luas daripada pertanian tegalan. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka hutan atau dengan menebangi pepohonan di lahan yang akan di jadikan ladang kemudian pepohonan yang telah di tebang tersebut di bakar dan abu hasil pembakaran tersebut digunakan sebagai pupuk, tanaman yang dihasilkan pada pertanian ladang tidak terlalu bervariasi seperti pertanian tegalan. Pertanian ladang ini umumnya tidak di kembangkan pada masa itu dan pertanian ladang ini lebih banyak di kembangkan di daerah luar pulau jawa karena luas wilayahnya lebih besar dan juga pengaruh musim yang mendukung.
Jenis pertanian yang dikembangkan di Majapahit juga terdapat pertanian kebun. Perbedaan antara pertanian kebun dan tegalan berada pada letak pertanian tersebut, pada pertanian tegalan berada di luar dan terpisah dari lingkungan hunian di masyarakat dan fungsinya untuk pertanian saja. Pertanian kebun terdapat pada dekat hunian atau menjadi bagian dari hunian tersebut. Kebun tersebut dapat di tumbuhi oleh berbagai jenis timbuhan peneduh. Pada masa Majapahit kebun digunaka untuk bertanam buah-buahan, karena menghasilkan barang yang laku dipasaran pada saat itu juga perkebunan dikenakan pajak perkebunan hal itu di terangkan dalam prasasti Kamalagi 831 M dan Watukura I 903M yang menyebutkan tentang adanya pajak kebun (kebwan atau kbuan).
Kehidupan pertanian di masa Majapahit juga mengembangkan pertanian basah atau lebih sering dikenal dengan pertanian sawah. Hasil utama dari pertanian sawah ini adalah padi yang menjadi konsumsi utama dari masyarakat Jawa kuno hingga saat ini. Pertanian sawah ini memerlukan air dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, pada masa Majapahit ini pula sistem irigasi atau pengairan mendapat perhatian dari pihak penguasa. Berdasarkan cara pengairannya, dikenal pula dengan adanya sawah sorotan yaitu sawah yang mendapatkan pengairan dari sumber mata air atau sungai dan sawah tadahan yang mendapat pengairan dari air hujan. Terdapat pula istilah renek atau rawa yang berarti pertanian yang di kembangkan di lahan yang berupa rawa-rawa. Pertanian sawah ini menjadi penopang perekonomian di majapahit karena selain untuk konsumsi masyarakat Jawa pada umumnya, hasil pertanian sawah ini juga menjadi komoditas eksport dan menjadi sumber pemasukan kerajaan karena pajak yang diterimanya. Usaha pertanian di Majapahit ini dapat berkembang dengan baik tentu tidak hanya secara faktor geografis yang berada pada dataran rendah yang luas, terdapat sungai, dan terdapat beberapa gunung berapi yang akitif sehingga menjadikan kandungan tanah di sekitar Majapahit menjadi subur. Faktor lain yang ikut berperan untuk perkembangan pertanian adalah dukungan dari pihak penguasa kerajaan berupa pembuatan tanggul sungai, pembuatan waduk, dan pembuatan dam. Pembuatan fasilitas pertanian tersebut dapat digunakan sebagai sarana irigasi dan juga sebagai sarana untuk menanggulangi bahaya banjir.
Jenis Pekerjaan dan Tahap Pengerjaan Pertanian di Majapahit
Pekerjaan pertama yang dilakukan dalam pertanian padi adalah pekerjaan amabaki yaitu membersihkan tanah garapan dari rerumputan atau sisa-sisa tanaman lama, pekerjaan ini dilakukan sebelum tanah pertanian dibajak atau dicangkul. Tahap selanjutnya adalah amaluku (membajak) atau menyangkul, menyangkul adalah alternatif lain dari membajak dan dilakukan dilahan persawahan yang tidak terlalu luas. Tujuan dari menyangkul dan membajak adalah membuat tanah menjadi gembur dan mudah ditanami, juga untuk merubah posisi tanah yang ada di atas menjadi di bawah dan juga sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah dan zat hara yang ada ditanah dapat dimanfaatkan oleh akar dengan mudah. Tahap setelah menyangkul atau membajak adalah menggaru. Kegiatan ini adalah lanjutan dari kegiatan membajak atau menyangkul, bongkahan-bongkahan tanah hasil pembajakan atau penyangkulan dihancurkan dengan cara menggaru dan tanah akan menjadi halus dan mudah untuk ditanami.
Setelah selesai pengolahan tanah, tahap yang dilakukan selanjutnya adalah atanam atau atandur yaitu menanam padi. Sebelum proses ini ada proses penyiapan bibit tanaman, dalam proses ini hal yang pertanama dilakukan adalah angurit yang berarti menebar benih padi. Proses selanjutnya adalah ndhaut yaitu mencabut bibit untuk di tanam bila bibit sudah cukup umur.
Proses yang dilakukan sesudah atandur dan atanam adalah mematuni. Mematuni bertujuan untuk membersihkan rerumputan yang tumbuh disekitar tanaman yang dapat mengganggu kesuburan padi. Pekerjaan ini juga dilakuka untuk menggemburkan tanah. Setelah padi berbuah dilakukan proses menuai padi menggunakan ani-ani, proses ini juga disebut abani. Pekerjaan yang dilakukan usai padi dituai adalah menyimpan dan menumbuk padi. Pekerjaan menumbuk padi dalam prasasti disebut anutu, pekerjaan ini biasanya dilakukan dengan lesung atau lumpang sebagai wadah dan alu sebagai penumbuknya.
Keterangan-keterangan engenai proses penggarapan pertanian padi tersebut di jelaskan dalam prasasti songan tambahan dan kitab Arjunawiwaha. Hal tersebut memberi gambaran tentang adanya kemajuan pertanian yang ada pada saat itu. Sistem pertanian yang dijelaskan dalam prasasti songan tambahan dan kitab arjunawiwaha tersebut menunjukkan bahwa pertanian di masa itu memiliki kesamaan dengan sistem pertanian di masa kini.
Perkembangan Pertanian Majapahit
Sektor pertanian merupakan tulang punggung kehidupan Majapahit, hal tersebut digunakan sebagai konsumsi masyarakat Jawa kuno dan juga digunakan untuk perdagangan sebagai komoditas eksport karena produksi pertanian yang dihasilkan pada pertanian Majapahit sangatlah banyak. Pertanian tersebut juga menjadi sangat penting karena membantu sektor sosial dan politik di Majapahit. Perkembangan pertanian tersebut juga tak lepas dari teknologi pertanian yang berkembang, perkembangan teknologi pertanian saat itu dapat dipandang sebagai evolusi budaya karena perubahan sistem masyarakat beburu menjadi masyarakat bertani yang tersusun dan terstruktur dengan baik disertai dengan adanya irigasi dan perkembangan teknologi pertanian.
Teknologi pertanian di Majapahit dapat berkembang cepat karena adanya pengaruh dari luar Nusantara dan mendapat dukungan dari pihak penguasa. Jenis teknologi yang berkembang pada pertanian di Majapahit pada umumnya tak jauh beda dengan pertanian tradisional di masa sekarang ini. Benda hasil teknologi di masa itu yang masih digunakan hingga masa pertanian di masa ini adalah cangkul, bajak, ani-ani dan alat pengolah hasil panen padi. Alat-alat tersebut memiliki fungsi yang sama dengan alat pertanian tradisional yang berkembang di masa ini.
Cangkul fungsinya untuk mencangkul sebelum ditanami, terdiri atas dua bagian yaitu pacul (cangkul) yang terbuat dari logam dan tangkai (doran) yang terbuat dari kayu. Cangkul yang berkembang pada masa itu ada dua jenis yaitu pada bagian paculnya ada satu lempeng pacul dan dua lempeng pacul. Pada pacul satu lempeng bagiab tajaman menjadi satu dengan bagian bawak (belakang) dan terdapat lobang untuk memasang doran. Pada pacul dua lempeng bagian tajaman dan bawak merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan, keuntungannya bisa digunakan secara bergantian apabila salah satu sisi rusak. Pada daerah yang gembur dan lunak digunakan cangkul dengan dorannya dipasang dengan agak miring. Pada tanah yang kasar dan kering digunakan pacul yang dorannya dipasang lurus atau agak tegak. Hal tersebut sejak dulu digunakan untuk mempermudah pengerjaan sawah dengan pacul hingga masa kini.
Alat pertanian yang menjadi hasil teknologi pada masa Majapahit adalah bajak (luku). Pada dasarnya fungsinya sama dengan di masa kini yaitu untuk mengolah tanah sebelum ditanami padi. Bagian bajak yaitu singkal, buntut, rancuk, dan pasangan. Singkal sendiri terdiri atas bantalan, sumingkir, dan kejen. Bantalan dan sumingkir terbuat dari kayu, bagian bantalan rata dan sumingkir berbentuk miring kearah kanan keduanya terbuat dari kayu. Kejen terbuat dari logam berbentuk runcing untuk menembus tanah yang dibajak. Ketika tanah dibajak, tanah akan naik keatas dan ditahan oleh sumingkir. Hal tersebut digunakan untuk merubah posisi tanah dari bawah keatas dan mencampurnya untuk menjaga kesuburan tanah. Rancuk berhubungan langsung dengan singkal, terbuat dari kayu berfungsi sebagai penarik bajak. Pasangan terpasang di leher binatang berfungsi sebagai pengendali binatang. Buntut digunakan sebagai pengendali bajak.
Alat lain yang digunakan untuk memanen dan mengolah hasil panennya yaitu ani-ani, lesung, lumpang, alu, dan tampah. Alat-alat tersebut juga masih digunakan hingga kini dan fungsi alat tersebut juga masih sama. Ani-ani adalah alat pemotong padi yang terbuat dari bambu sebagai tangkai, papan bilah dari kayu, dan bilah tipis dari besi. Lesung adalah wadah untuk menumbuk padi berbentuk seperti perahu dan diberi palunganyang mengikuti bentuk lesungnya terbuat dari kayu atau batu. Lumpang adalah wadah yang digunakan untuk menumbuk gabah dan beras dan juga terbuat dari kayu atau batu, biasanya juga terdapat pada ujung-ujung lesung. Alu adalah alat yang digunakan untuk menumbuk padi bentuknya seperti tongkat kayu pada bagian tengah dibuat agak kecil namun pada bagian bawah agak besar agar dapat bekerja secara maksimal. Tampah dan tambir memiliki fungsi yang sama yaitu alat untuk menampi kulit gabah yang sudah terkelupas dari berasnya sebagai akibat dari penumbukan, juga digunakan untuk ngincak-ngincak yaitu memisahkan gabah yang masih belum terkupas kulitnya dari beras yang sudah terkupas kulitnya.
Sifat dari Hari Mingguan dan Pasaran pada Pertanian di Majapahit
Pada pertanian masyarakat jawa kuno, hari mingguan dan pasaran juga berpengaruh pada pelaksanaan pekerjaan pertanian. Pada hari-hari tersebut juga memiliki sifat yang berbeda-beda yang berpengaruh pada tumbuhnya tanaman. Pada hari mingguan adalah sebagai berikut:
Selain menggunakan perhitungan mingguan, masyarakat Jawa juga menggunakan perhitungan berdasarkan pasaran. Pasaran tersebut digunakan dalam sistem pertanian di masyarakat jawa hingga kini. Hari pasaran tersebut yaitu:
Hari pasaran tersebut digunakan juga oleh masyarakat jawa untuk menentukan hari yang digunakan baik untuk melakukan kegiatan pertanian. Pada hari Kliwon dianggap saat yng tepat menurunkan dewi sri yang merupakan dewi padi, selanjutnya pada hari paing adalah hari yang tepat untuk memulai pekerjaan di sawah. Pada hari pon digunakan untuk menebur benih padi, pada wage digunakan untuk menanam padi. Pada hari Kliwon baik digunakan untuk memanen, dan pada hari Legi baik digunakan untuk membawa pulang padi.
Pengaturan Musim Tanam
Pembagian menjadi 12 musim ini didasarkan akan munculnya bintang tertentu dilangit. Setiap mangsa memiliki ciri dan watak yang berbeda-beda. Kedua belas mangsa tersebut adalah
Musim diatas dapat dikelompokkan menjadi empat mangsa utama yaitu mangsa katiga (kasa, karo, dan katelu) mangsa yang kering dan tidak pernah turun hujan. Mangsa labuh (kapat, kalima, dan kanem) hujan deras mulai turun meskipun belum ajeg. Mangsa rendheng (kapitu, kawolu, dan kasanga) hujan deras dalam jangka waktu yang panjang. Mangsa mareng (kasepuluh, desta, dan saddha) intensitas hujan mulai berkurang.
Pada perhitungan tahun Jawa dikenal adanya pembagian tahun menjadi delapan, tahun-tahun tersebut digunakan untuk menentukan hari baik untuk melakukan pekerjaan pertanian yaitu membajak, menebar benih, saat panen, jenis hama, dan cara menolaknya tahun tersebut antara lain tahun Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.
Pada tahun Alip hari jumat merupakan hari yang baik untuk membajak, menabur, dan menanam bibit. Hama yang menyerang adalah bangan yaitu jenis hama yang dapat menyebabkan daun padi menjadi kering dan berwarna merah, dapat dicegah dengan ampo (tanah liat yang diberi bumbu dan digoreng tanpa minyak goreng) dan jeruk glundhung di bagian tulakan sawah.
Dalam tahun Ehe hari baik untuk bertani adalah Rabu, hama yang menyerang adalah burung dan dapat diatasi dengan cara menanam buah pisang saba di tulakan sawah.
Pada tahun jimawal hari baik untuk membajak, menyebar, dan menanam benih adalah hari Sabtu, hama yang menyerang adalah hama bugang dan dapat diatasi dengan ramuan sambal cabe dan sayur menir (beras remuk akibat penyosohan) di campur satu dengan bungkak (air bekas cucian beras pertama) dan dibuang di tulakan sawah.
Tahun Je hari baik untuk pekerjaan bertani adalah hari kamis, hama yang merusak pada tahun ini adalah celeng (babi hutan) dan untuk menanggulangi hama tersebut dapat digunakan trasi merah, uncet wadang, jagung di tanam di tulakan sawah.
Tahun Dal hari baik untuk membajak, menanam, dan menabur benih adalah hari minggu, hama yang menyerang adalah puser dan dapat diatasi dengan menggunakan lutung dan timah budheng ditanam di tulakan.
Hari yang baik untuk pekerjaan pertanian pada tahun Be adalah hari senin, jenis hama yang menyerang adalah sundepan dapat dibasmi dengan menggunakan kotoran kuda ditanam di tulakan.
Tahun wawu hari baiknya adalah hari selasa, hama yang menyerang adalah walang (belalang), dapat dibasmi denga lenga taun di tanam di tulakan.
Pada tahun jumangkir hari baik untuk membajak, menyebar, dan menanam bibit adalah hari jumat, hama yang menyerang adalah tikus dan dapat dibasmi dengan jenang baro-baro dan beringin dibungkus daun pisang dan diikat benang lawe lipat 3, kemudian ditanam di tulakan.
Petani dan Petugas Pertanian
Perkembangan pertanian di Majapahit yang berada di daerah pedalaman memang sangat membantu sektor pertanian di Majapahit karena secara geografis wilayah Majapahit yang terdapat di wilayah tropis dan berada pada tanah subur menyebabkan produksi padi yang dihasilkan petani Majapahit cukup melimpah. Produksi padi yang melimpah tersebut digunakan untuk konsumsi kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa kuno dan kelebihan beras tersebut digunakan untuk perdagangan di Nusantara, sehingga dapat diambil pajak dari kerajaan Majapahit untuk dijadikan pendapatan. Perkembangan pertanian tersebut juga menyebabkan diangkatnya pejabat-pejabat khusus yang bertugas mengurusi pertanian di Majapahit.
Pada struktur masyarakat tersebut terdapat istilah wanua atau thani yang mengacu pada suatu wilayah yang ditinggali oleh para petani dan penduduk desa. Sebutan yang digunakan untuk masyarakat atau petani setempat tersebut adalah anak wanua atau anak thani. Anak thani juga sering disebut dengan thani, thani bala, dan tanayan thani. Sebutan tersebut sama saja dengan anak wanua. Tanah yang sering digunakan petani adalah sawah, gaga (ladang), kbuan (kebun), dan renek (rawa). Sawah menempati kedudukan tertinggi.
Kedudukan sosial di masyarakat dapat dilihat dengan perbedaan pemilikan tanah. Sumber prasasti menyebutkan bahwa yang menyumbang tanahnya untuk digunakan sebagai daerah sima adalah para pemimpi di tingkat wanua, ditingkat watak misalnya dewan para rama, atau para samget, atau para rakai. Hal tersebut dapat menjadi gambaran bahwa status sosial seseorang di masyarakat dapat ditunjukkan dengan luas tanah yang dimiliki. Pada masalah transaksi tanah juga melibatkan orang-orang yang mempunyai sebutan dang, mpu atau mpungku, rakryan, samget, dan mapanji. Hal tersebut menunjukkan gambaran golongan masyarakat yang berbeda. Petani juga dapat dibedakan berdasarkan status keturunan dalam desa tertentu, kelompok pertama adalah anak wanua atau anak thani adalah kelompok elit desa yang merupakan keturunan langsung dari pendiri desa. Kelompok kedua adalah keturunan dari pendatang baru, pada dasarnya hanya kelompok pertama yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam dewan pimpinan desa dan memiliki sawah.
Komunitas petani tersebut juga memiliki sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh rama (karaman), atau tuha wanua, atau tuha tuha. Pada kelompok lain terdapat pula kelompok yang mempunyai fungsi-fungsi khusus yaitu matamwak berfungsi sebagai petugas pengawas bendungan, hulu wuattan sebagai petugas pengawas jembatan dan jalan, hulu wras sebagai petugas pengatur distribusi air, hulu air atau huler atau penghulu banyu adalah petugas pemimpin irigasi, dan wariga sebagai petugas ahli perhitungan musim.
Pada sistem tersebut terdapat juga petugas yang mengurusi urusan pertanian. Pekerjaan petugas tersebut mencakup urusan pertanian saja, petugas tersebut yaitu ambekal tuwuh sebagai petugas pengurus hasil bumi, asedahan thani adalah petugas yang mengurusi tanah dan pajak pertanian, angucap gawe thani sebagai kepala kegiatan wilayah, terdapat juga kelompok manggilala drawya haji atau wilang wanua atau wilang thani bertugas sebagai petugas pencacah atau melakukan sensus terhadap penduduk, dan tuha alas sebagai pengawas kegiatan perburuan di hutan.
Perkembangan Pertanian Majapahit
Perkembangan pertanian di Majapahit dapat disebut sebagai evolusi budaya sebab pada sistem kehidupan sebelumnya hanya mengenal berburu ataupun mengumpulkan makanan, tentu sistem itu terus berkembang dan berubah dari waktu- kewaktu mengalami pembaharuan dan perbaikan sistem. Pertanian di Majapahit juga sangat maju karena di tunjang oleh sektor alam dan campur tangan penguasa. Hal itu tentu berpengaruh pada produksi pertanian yang di hasilkan oleh petani Jawa kuno waktu itu. Produksi pertanian yang di hasilkan tersebut digunakan tidak hanya sebagai barang konsumsi tetapi juga digunakan sebagai barang dagang yang menggerakkan sektor perekonomian. Sektor perekonomian tersebut mempunyai pengaruh pada sektor lain, terutama pada sistem kehidupan sosial dan sistem politik yang ada. Pertanian di Majapahit dapat disebut sebagai penggerak utama atau penopang kehidupan di Majapahit sebab pertanian pada majapahit tersebut dapat menggerakkan perdagangan dan menjadi pajak pemasukan yang besar bagi kerajaan Majapahit.
Secara geografis letak kerajaan Majapahit yang terletak di pedalaman Jawa dan di sekitarnya terdapat sungai Brantas, sungai Bengawan Solo, dan sungai-sungai kecil disekitarnya menyebabkan pengairan di Majapahit tersebut dapat terpenuhi, selain kondisi itu sektor pertanian di Majapahit juga didukung dengan adanya gunung berapi yang masih aktif yang dapat menyuburkan lahan. Daerah Majapahit tersebut terdapat pada dataran rendah yang luas sehingga memudahkan pertanian di Majapahit menjadi berkembang pesat. Perkembangan pertanian Majapahit tersebut juga disebabkan oleh letak geografis indonesia yang terletak di kawasan beriklim tropis yang mendapat curah hujan dan sinar matahari yang cukup sehingga kondisi tersebut menjadi pendorong perkembangan pertanian di kala itu.
Perkembangan sektor pertanian di Majapahit tidak hanya didukung oleh faktor alam sama, faktor lain yang mendukung perkembangan pertanian di Majapahit adalah adanya campur tangan dari penguasa. Pentingnya pertanian di Majapahit tersebut menyebabkan adanya campur tangan dari pihak penguasa, campur tangan tersebut penguasa di bidang pertanian adalah pada adanya sarana dan fasilitas pertanian yang disediakan oleh penguasa kerajaan. Sarana tersebut dibuktikan dengan adanya bangunan fisik seperti bangunan penyalur air (talang, weluran, dan arung). Terdapat juga waduk-waduk dan kanal-kanal yang digunakan untuk memenuhi kehidupan pertanian di Majapahit. Bangunan-bangunan fisik tersebut tidak hanya berfungsi sebagai penyalur air saja, ada beberapa bangunan yang berfungsi sebagai bangunan pengendali air (tamwak dan dawuhan), bangunan tersebut diciptakan oleh penguasa untuk menghindari resiko banjir yang dapat merusak lahan pertanian. Untuk mengoprasionalkan bangunan ini, terdapat juga petugas yang mengoprasionalkan bangunan ini.
Pertanian dapat dikatakan hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan perekonomian di Majapahit, hal tersebut ditinjukan dengan adanya petugas-petugas yang mengatur dan mengendalikan hal-hal yang berkaitan dengan distribusi air atau pajak yang menjadi sumber pemasukan kerajaan Majapahit. Petugas-petugas pertanian (ambekal tuwuh, asedahan thani, angucap gawe thani, mangilala drawya haji, dan wilang thani) memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam hal mengurusi pertanian di Majapahit tentu hal tersebut menimbulkan adanya struktur masyarakat yang makin kompleks.
Sistem pertanian di Majapahit yang tertata dengan rapi tersebut menimbulkan produksi yang besar dan pemasukan yang besar pula untuk kerajaan. Produksi pertanian yang paling utama adalah padi, sesuai dengan makanan pokok penduduk Jawa kuno. Hingga kini padi atau beras tetap menjadi makanan utama penduduk di nusantara ini terutama wilayah Jawa. Surplus hasil produksi yang dihasilkan oleh petani Majapahit tersebut digunakan untuk barang perdagangan di nusantara ini karena konsumsi utama penduduk adalah padi atau beras. Beras tersebut juga diperjual belikan dengan pihak kerajaan asing. Letak Majapahit yang memiliki pelabuhan yang sering disinggahi oleh pedagang asing menyebabkan perekonomian di Majapahit semakin maju dengan memperjual belikan padi yang menjadi komoditas di waktu itu. Beras yang dihasilkan tersebut dapat juga digunakan untuk di pertukarkan dengan rempah-rempah di daerah maluku untuk dijadikan barang konsumsi atau dijual kembali pada pedagang asing yang berada di wilayah Majapahit.
Perkembangan teknologi pertanian di Majapahit menjadikan produksi yang dihasilkan pada masa itu dapat digunakan sebagai barang pemuas kebutuhan dan juga diperdagangkan sehingga menjadi pemasukan kerajaan. Perkembangan tersebut tak lepas dari kemajuan budaya masyarakat sehingga dapat menghasilkan barang yang dapat mempermudah pengolahan sistem pertanian. Perkembangan pertanian di masa Majapahit juga tidak terlalu jauh berbeda dengan masa kini, pada masa ini masih banyak petani tradisional yang menggunakan bajak dengan sapi, ani-ani, dan penggunaan upacara adat untuk pertanian yang hampir sama dengan masa pertanian di masa Majapahit. Perkembangan pertanian di masyarakat Jawa kini juga masih menggunakan sistem penghitungan tanggal pasaran untuk menentukan pekerjaan pertanian yang dilakukan pada tanggal tersebut. Perkembangan pertanian tersebut menjadi bukti bahwa adanya kecerdasan masyarakat lokal dalam mengembangkan pertanian.
Perekonomian merupakan salah satu faktor penting yang dapat menggerakkan sektor lain, kejayaan Majapahit juga tak lepas dari peran perekonomian yang terstruktur dengan baik oleh para penguasa. Perekonomian tersebut paling besar digerakkan oleh sektor pertanian terutama pertanian padi. Dalam perkembangannya banyak hal yang berpengaruh seperti faktor alam dan adanya campur tangan pihak penguasa hal tersebut menjadi bukti adanya keseriusan dari pihak penguasa sehingga menjadikan majapahit semakin berjaya. Majapahit terkenal denga kerajaan Maritim yang kuat dengan memiliki armada laut yang kuat, hal itu tentu mendapat dukungan dari perekonomian di Majapahit yang di gerakan oleh sektor pertanian, sehingga Majapahit tidak hanya sebagai kerajaan Maritim saja tetapi juga sebagai kerajaan agraris.
Kekuasaan Kerajaan Majapahit yang hampir mencakup seluruh Nusantara dari semenanjung Malaya hingga mencapai Irian Jaya (Papua), kekuasaan tersebut memberi gambaran bahwa Majapahit mempunyai pengaturan kekuasaan yang baik dan armada laut yang kuat. Dibalik kekuasaan Majapahit yang luas dan memiliki armada laut yang kuat, pasti ada faktor lain yang menyebabkan Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan yang kuat. Faktor ekonomi adalah faktor yang berperan penting, faktor ekonomi dapat dianggap penting bagi kerajaan Majapahit karena keberadaan ekonomi yang maju akan berdampak pada aspek kehidupan lain, seperti kehidupan sosial, politik, dan budaya. Keberlangsungan Kerajaan Majapahit secara ekonomi didukung adanya pertanian yang baik. Pertanian tersebut menjadikan kekuatan ekonomi majapahit menjadi kuat. Hingga memiliki armada laut yang kuat pula
Letak Kerajaan Majapahit yang berada di Jawa Timur yang memiliki iklim tropis menyebabkan pertanian di daerah tersebut sangat subur. Secara geografis, wilayah Kerajaan Majapahit yang cukup luas ditunjang dengan adanya aliran sungai dan gunung berapi merupakan faktor yang menjadikan pertanian di Kerajaan Majapahit bisa berkembang dengan pesat. Pertanian di Majapahit juga berkembang karena adanya bantuan dari penguasa kerajaan, hal itu dapat di buktikan dengan adanya peninggalan berupa prasasti, karya sastra, relief, dan peninggalan-peninggalan arkeologis. Pertanian dapat dipandang sebagai sektor kehidupan yang sangat penting karena pada sektor tersebut tentu menjadi sumber pemasukan pajak dan menjadi kelangsungan hidup kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit di kenal sebagai kerajaan maritim yang kuat dan memiliki hubungan dengan kerajaan di luar nusantara seperti Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa, Karnataka, Goda, dan Siam yang berlangsung sebelum adanya Kerajaan Majapahit. Nusantara yang terletak di antara dua benua dan dua samudera menjadikan wilayah yang sangat strategis untuk dilalui oleh kapal dagang asing. Kapal dagang tersebut menyebar di wilayah Nusantara yang lain. Majapahit sendiri memiliki pelabuhan dan letak kerjaan yang strategis karena adanya aliran sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas. Majapahit sebagai kerajaan agraris juga mempunyai peran penting dalam perdagangan itu, produksi utama yang di hasilkan adalah beras yang menjadi sumber makanan utama pada waktu itu.
Sumber bukti perdagangan yang terjadi pada masa majapahit terdapat dalam prasasti, relief, karya sastra, berita cina, dan artefak peninggalan majapahit. Di sekitar Kerajaan Majapahit juga di temukan tinggalan-tinggalan arkeologis berupa pecahan keramik, teracotta wajah yang menggambarkan kedatangan orang dari luar Nusantara yang pernah singgah di Majapahit. Kerajaan Majapahit memiliki peradaban yang maju pada sektor pertanian dan perdagangan, hal tersebut menjadi gambaran bahwa Majapahit bukan hanya Kerajaan Maritim saja tapi juga merupakan Kerajaan agraris yang memiliki perkembangan sektor perekonomian yang cukup maju. Kemajuan perekonomian tersebut menjadikan Majapahit sebagai kerajaan yang disegani, dari sektor pertanian yang maju menjadi penopang kehidupan dan kelangsungan Majapahit.
Kemajuan sektor pertanian tersebut tak lepas dari adanya teknologi pertanian yang dihasilkan dari evolusi budaya yang ada sejak dulu. Teknologi pertania yang ada dan sarana fisik yang mendukung majunya pertanian di masa itu. Hasil dari pertanian tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan diperjual belikan dengan pedagang asing. Karena itu, pertanian menjadi sektor paling penting dalam perkembangan Majapahit
Pertanian di Majapahit
Majapahit sebagai Kerajaan Maritim yang disegani karena memiliki wilayah kekuasaan yang luas tentu memiliki armada laut yang kuat untuk mempertahankan pengaruh dan kewibawaannya diantara pengaruh dari Kerajaan lain. Namun, di balik kekuatan armada laut yang kuat tentu sektor yang dapat menopangnya adalah pertanian karena seperti Kerajaan yang lain Majapahit juga merupakan kerajaan agraris. Letak daerah Majapahit di Jawa Timur yang berada pada daerah tropis menyebabkan daerah tersebut sangat cocok untuk pengembangan pertanian, kondisi ini juga didukung secara geografis yang terletak pada wilayah dataran rendah yang cukup luas, adanya aliran beberapa sungai dan terdapat gunung berapi adalah faktor pendorong berkembangnya kesuburan tanah sehingga menyebabkan pertanian masa Majapahit dapat menjadi sektor utama pemasukan kerajaan. Perkembangan pertanian masa Majapahit dapat berkembang hingga maksimal karena mendapat dukungan dari pihak penguasa kerajaan dengan dibuatnya sistem pengairan dan pengembangan teknologi pertanian.
Pada dasarnya ada enam jenis aktivitas perekonomian yang mendukung Majapahit yaitu pertanian, perkebunan, pemanfaatan hutan, peternakan, perburuan hewan, dan kerajinan. Bahan makanan yang dihasilkan pertanian di Majapahit umumnya tidak jauh berbeda pada masa sekarang ini bahan makanan tersebut adalah beras, umbi-umbian, cabe, labu, kacang-kacangan, rempah-rempah, buah-buahan, dan jenis palem. Namun yang menjadi produksi utama pada masyarakat adalah produksi padi, hal tersebut sesuai dengan kondisi makanan pokok masyarakat jawa kuno adalah beras. Beras menjadi bahan kebutuhan pokok masyarakat jawa bahkan hingga kini beras masih menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia, pada saat kerajaan majapahit beras merupakan penentu perekonomian Majapahit. Beras tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan setempat bahkan menjadi komoditas eksport, di masa Majapahit beras digunakan juga untuk di barter dengan rempah-rempah yang berada di Maluku, kemudian rempah-rempah tersebut menjadi bahan yang dapat dikonsumsi dan diperjual belikan dengan pedagang yang berasal dari luar Nusantara. Pertanian merupakan sumber pendapatan karena adanya pajak yang dikenakan pada petani. Pajak pertanian tersebut menjadi pemasukan yang sangat besar bagi pihak kerajaan.
Jenis Pertanian di Majapahit
Wilayah Majapahit yang cocok mengembangan pertanian memiliki karakter yang dapat digunakan untuk mengembangan dua jenis pertanian yang terdapat di masyarakat jawa. Wilayahnya yang terletak di daerah tropis dapat digunakan untuk mengembangkan jenis pertanian basah dan kering seperti pertanian yang ada pada saat ini. Pertanian kering yang ada di Majapahit juga tidak terlalu berbeda jauh dengan pertanian kering di masa kini, pertanian kering di Majapahit tersebut juga di lakukan di tegalan, kebun, dan di ladang. Pertanian kering ini tidak memerlukan banyak air baik dari irigasi oleh sumber mata air, sungai dan air hujan.
Pertanian tegalan lebih banyak digunakan saat Majapahit karena lahan yang digunakan untuk pertanian tegalan ini tidak seluas lahan yang digunakan untuk pertanian ladang, Lahan pada pertanian pertegalan ini juga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum tegalan tersebut ditanami. Tanaman yang dihasilkan pada pertanian pertegalan yang tanpa menggunakan sistem irigasi atau pengairan kebutuhan air tanaman-tanaman tersebut dapat terpenuhi dengan adanya air tanah dan curah hujan yang cukup. Tanaman tersebut seperti umbi-umbian, biji-bijian, dan padi gaga (padi kering). Letak lokasi tegalan berjauhan dari hunian pada masa itu.
Pertanian ladang berbeda dengan pertanian tegalan. Pada pertanian ladang, lahan yang digunakan lebih luas daripada pertanian tegalan. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka hutan atau dengan menebangi pepohonan di lahan yang akan di jadikan ladang kemudian pepohonan yang telah di tebang tersebut di bakar dan abu hasil pembakaran tersebut digunakan sebagai pupuk, tanaman yang dihasilkan pada pertanian ladang tidak terlalu bervariasi seperti pertanian tegalan. Pertanian ladang ini umumnya tidak di kembangkan pada masa itu dan pertanian ladang ini lebih banyak di kembangkan di daerah luar pulau jawa karena luas wilayahnya lebih besar dan juga pengaruh musim yang mendukung.
Jenis pertanian yang dikembangkan di Majapahit juga terdapat pertanian kebun. Perbedaan antara pertanian kebun dan tegalan berada pada letak pertanian tersebut, pada pertanian tegalan berada di luar dan terpisah dari lingkungan hunian di masyarakat dan fungsinya untuk pertanian saja. Pertanian kebun terdapat pada dekat hunian atau menjadi bagian dari hunian tersebut. Kebun tersebut dapat di tumbuhi oleh berbagai jenis timbuhan peneduh. Pada masa Majapahit kebun digunaka untuk bertanam buah-buahan, karena menghasilkan barang yang laku dipasaran pada saat itu juga perkebunan dikenakan pajak perkebunan hal itu di terangkan dalam prasasti Kamalagi 831 M dan Watukura I 903M yang menyebutkan tentang adanya pajak kebun (kebwan atau kbuan).
Kehidupan pertanian di masa Majapahit juga mengembangkan pertanian basah atau lebih sering dikenal dengan pertanian sawah. Hasil utama dari pertanian sawah ini adalah padi yang menjadi konsumsi utama dari masyarakat Jawa kuno hingga saat ini. Pertanian sawah ini memerlukan air dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, pada masa Majapahit ini pula sistem irigasi atau pengairan mendapat perhatian dari pihak penguasa. Berdasarkan cara pengairannya, dikenal pula dengan adanya sawah sorotan yaitu sawah yang mendapatkan pengairan dari sumber mata air atau sungai dan sawah tadahan yang mendapat pengairan dari air hujan. Terdapat pula istilah renek atau rawa yang berarti pertanian yang di kembangkan di lahan yang berupa rawa-rawa. Pertanian sawah ini menjadi penopang perekonomian di majapahit karena selain untuk konsumsi masyarakat Jawa pada umumnya, hasil pertanian sawah ini juga menjadi komoditas eksport dan menjadi sumber pemasukan kerajaan karena pajak yang diterimanya. Usaha pertanian di Majapahit ini dapat berkembang dengan baik tentu tidak hanya secara faktor geografis yang berada pada dataran rendah yang luas, terdapat sungai, dan terdapat beberapa gunung berapi yang akitif sehingga menjadikan kandungan tanah di sekitar Majapahit menjadi subur. Faktor lain yang ikut berperan untuk perkembangan pertanian adalah dukungan dari pihak penguasa kerajaan berupa pembuatan tanggul sungai, pembuatan waduk, dan pembuatan dam. Pembuatan fasilitas pertanian tersebut dapat digunakan sebagai sarana irigasi dan juga sebagai sarana untuk menanggulangi bahaya banjir.
Jenis Pekerjaan dan Tahap Pengerjaan Pertanian di Majapahit
Pekerjaan pertama yang dilakukan dalam pertanian padi adalah pekerjaan amabaki yaitu membersihkan tanah garapan dari rerumputan atau sisa-sisa tanaman lama, pekerjaan ini dilakukan sebelum tanah pertanian dibajak atau dicangkul. Tahap selanjutnya adalah amaluku (membajak) atau menyangkul, menyangkul adalah alternatif lain dari membajak dan dilakukan dilahan persawahan yang tidak terlalu luas. Tujuan dari menyangkul dan membajak adalah membuat tanah menjadi gembur dan mudah ditanami, juga untuk merubah posisi tanah yang ada di atas menjadi di bawah dan juga sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah dan zat hara yang ada ditanah dapat dimanfaatkan oleh akar dengan mudah. Tahap setelah menyangkul atau membajak adalah menggaru. Kegiatan ini adalah lanjutan dari kegiatan membajak atau menyangkul, bongkahan-bongkahan tanah hasil pembajakan atau penyangkulan dihancurkan dengan cara menggaru dan tanah akan menjadi halus dan mudah untuk ditanami.
Setelah selesai pengolahan tanah, tahap yang dilakukan selanjutnya adalah atanam atau atandur yaitu menanam padi. Sebelum proses ini ada proses penyiapan bibit tanaman, dalam proses ini hal yang pertanama dilakukan adalah angurit yang berarti menebar benih padi. Proses selanjutnya adalah ndhaut yaitu mencabut bibit untuk di tanam bila bibit sudah cukup umur.
Proses yang dilakukan sesudah atandur dan atanam adalah mematuni. Mematuni bertujuan untuk membersihkan rerumputan yang tumbuh disekitar tanaman yang dapat mengganggu kesuburan padi. Pekerjaan ini juga dilakuka untuk menggemburkan tanah. Setelah padi berbuah dilakukan proses menuai padi menggunakan ani-ani, proses ini juga disebut abani. Pekerjaan yang dilakukan usai padi dituai adalah menyimpan dan menumbuk padi. Pekerjaan menumbuk padi dalam prasasti disebut anutu, pekerjaan ini biasanya dilakukan dengan lesung atau lumpang sebagai wadah dan alu sebagai penumbuknya.
Keterangan-keterangan engenai proses penggarapan pertanian padi tersebut di jelaskan dalam prasasti songan tambahan dan kitab Arjunawiwaha. Hal tersebut memberi gambaran tentang adanya kemajuan pertanian yang ada pada saat itu. Sistem pertanian yang dijelaskan dalam prasasti songan tambahan dan kitab arjunawiwaha tersebut menunjukkan bahwa pertanian di masa itu memiliki kesamaan dengan sistem pertanian di masa kini.
Perkembangan Pertanian Majapahit
Sektor pertanian merupakan tulang punggung kehidupan Majapahit, hal tersebut digunakan sebagai konsumsi masyarakat Jawa kuno dan juga digunakan untuk perdagangan sebagai komoditas eksport karena produksi pertanian yang dihasilkan pada pertanian Majapahit sangatlah banyak. Pertanian tersebut juga menjadi sangat penting karena membantu sektor sosial dan politik di Majapahit. Perkembangan pertanian tersebut juga tak lepas dari teknologi pertanian yang berkembang, perkembangan teknologi pertanian saat itu dapat dipandang sebagai evolusi budaya karena perubahan sistem masyarakat beburu menjadi masyarakat bertani yang tersusun dan terstruktur dengan baik disertai dengan adanya irigasi dan perkembangan teknologi pertanian.
Teknologi pertanian di Majapahit dapat berkembang cepat karena adanya pengaruh dari luar Nusantara dan mendapat dukungan dari pihak penguasa. Jenis teknologi yang berkembang pada pertanian di Majapahit pada umumnya tak jauh beda dengan pertanian tradisional di masa sekarang ini. Benda hasil teknologi di masa itu yang masih digunakan hingga masa pertanian di masa ini adalah cangkul, bajak, ani-ani dan alat pengolah hasil panen padi. Alat-alat tersebut memiliki fungsi yang sama dengan alat pertanian tradisional yang berkembang di masa ini.
Cangkul fungsinya untuk mencangkul sebelum ditanami, terdiri atas dua bagian yaitu pacul (cangkul) yang terbuat dari logam dan tangkai (doran) yang terbuat dari kayu. Cangkul yang berkembang pada masa itu ada dua jenis yaitu pada bagian paculnya ada satu lempeng pacul dan dua lempeng pacul. Pada pacul satu lempeng bagiab tajaman menjadi satu dengan bagian bawak (belakang) dan terdapat lobang untuk memasang doran. Pada pacul dua lempeng bagian tajaman dan bawak merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan, keuntungannya bisa digunakan secara bergantian apabila salah satu sisi rusak. Pada daerah yang gembur dan lunak digunakan cangkul dengan dorannya dipasang dengan agak miring. Pada tanah yang kasar dan kering digunakan pacul yang dorannya dipasang lurus atau agak tegak. Hal tersebut sejak dulu digunakan untuk mempermudah pengerjaan sawah dengan pacul hingga masa kini.
Alat pertanian yang menjadi hasil teknologi pada masa Majapahit adalah bajak (luku). Pada dasarnya fungsinya sama dengan di masa kini yaitu untuk mengolah tanah sebelum ditanami padi. Bagian bajak yaitu singkal, buntut, rancuk, dan pasangan. Singkal sendiri terdiri atas bantalan, sumingkir, dan kejen. Bantalan dan sumingkir terbuat dari kayu, bagian bantalan rata dan sumingkir berbentuk miring kearah kanan keduanya terbuat dari kayu. Kejen terbuat dari logam berbentuk runcing untuk menembus tanah yang dibajak. Ketika tanah dibajak, tanah akan naik keatas dan ditahan oleh sumingkir. Hal tersebut digunakan untuk merubah posisi tanah dari bawah keatas dan mencampurnya untuk menjaga kesuburan tanah. Rancuk berhubungan langsung dengan singkal, terbuat dari kayu berfungsi sebagai penarik bajak. Pasangan terpasang di leher binatang berfungsi sebagai pengendali binatang. Buntut digunakan sebagai pengendali bajak.
Alat lain yang digunakan untuk memanen dan mengolah hasil panennya yaitu ani-ani, lesung, lumpang, alu, dan tampah. Alat-alat tersebut juga masih digunakan hingga kini dan fungsi alat tersebut juga masih sama. Ani-ani adalah alat pemotong padi yang terbuat dari bambu sebagai tangkai, papan bilah dari kayu, dan bilah tipis dari besi. Lesung adalah wadah untuk menumbuk padi berbentuk seperti perahu dan diberi palunganyang mengikuti bentuk lesungnya terbuat dari kayu atau batu. Lumpang adalah wadah yang digunakan untuk menumbuk gabah dan beras dan juga terbuat dari kayu atau batu, biasanya juga terdapat pada ujung-ujung lesung. Alu adalah alat yang digunakan untuk menumbuk padi bentuknya seperti tongkat kayu pada bagian tengah dibuat agak kecil namun pada bagian bawah agak besar agar dapat bekerja secara maksimal. Tampah dan tambir memiliki fungsi yang sama yaitu alat untuk menampi kulit gabah yang sudah terkelupas dari berasnya sebagai akibat dari penumbukan, juga digunakan untuk ngincak-ngincak yaitu memisahkan gabah yang masih belum terkupas kulitnya dari beras yang sudah terkupas kulitnya.
Sifat dari Hari Mingguan dan Pasaran pada Pertanian di Majapahit
Pada pertanian masyarakat jawa kuno, hari mingguan dan pasaran juga berpengaruh pada pelaksanaan pekerjaan pertanian. Pada hari-hari tersebut juga memiliki sifat yang berbeda-beda yang berpengaruh pada tumbuhnya tanaman. Pada hari mingguan adalah sebagai berikut:
- Minggu/ Ahad mempunyai sifat mudah hidup dan cocok untuk tanaman biji-bijian (kacang, padi, dan kedelai).
- Senin / Soma mempunyai sifat mudah berbuah dan cocok untuk tanaman buah-buahan.
- Selasa / Anggara mempunyai sifat mudah berbunga dan cocok untuk tanaman bunga-bungaan.
- Rabu / Buddha mempunyai subur daun-daunnya tanaman yang bisa dimanfaatkan daunnya seperti sirih.
- Kamis / Respati mempunyai sifat mudah subur kayunya sangat cocok untuk menanam tanaman yang menghasilkan kayu seperti jati dan bambu.
- Jumat / Sukra mempunyai sifat mudah subur akar-akaran. Tanaman yang baik ditanam seperti mlinjo, jenu, dan lara setu
- Sabtu / Tumpak mempunyai sifat mudah subur bonggolnya. Cocok untuk tanaman seperti uwi, ketela, talas, dan gembili.
Selain menggunakan perhitungan mingguan, masyarakat Jawa juga menggunakan perhitungan berdasarkan pasaran. Pasaran tersebut digunakan dalam sistem pertanian di masyarakat jawa hingga kini. Hari pasaran tersebut yaitu:
- Hari Legi cocok untuk tanaman pisang, kelapa, padi, jagung, jemawut, dan othek.
- Hari Paing untuk tanaman kapas, gude, lombok, dan terong.
- Hari Pon untuk tanaman kitri yang besar-besar.
- Hari Wage cocok untuk tanaman pala kapendhem.
- Hari Kliwon cocok untuk tanaman pala rambat dan pala kesimpar atau tanaman yang menjalar.
Hari pasaran tersebut digunakan juga oleh masyarakat jawa untuk menentukan hari yang digunakan baik untuk melakukan kegiatan pertanian. Pada hari Kliwon dianggap saat yng tepat menurunkan dewi sri yang merupakan dewi padi, selanjutnya pada hari paing adalah hari yang tepat untuk memulai pekerjaan di sawah. Pada hari pon digunakan untuk menebur benih padi, pada wage digunakan untuk menanam padi. Pada hari Kliwon baik digunakan untuk memanen, dan pada hari Legi baik digunakan untuk membawa pulang padi.
Pengaturan Musim Tanam
Pembagian menjadi 12 musim ini didasarkan akan munculnya bintang tertentu dilangit. Setiap mangsa memiliki ciri dan watak yang berbeda-beda. Kedua belas mangsa tersebut adalah
- Mangsa Kasa atau kartika berumur 41 hari, mempunyai watak belas asih pada masa ini biasanya daun-daun rontok.
- Mangsa karo atau Pusa selama 23 hari, watak mangsa ini adalah ceroboh di lambangkan tanah retak.
- Mangsa katelu atau Manggasari selama 24 hari mempunyai watak kikir dilambangkan dengan pohon yang menjalar mulai tumbuh.
- Mangsa Kapat atau Sitra berlangsung selama 25 hari, mangsa ini adalah resikan atau tidak ceroboh yang menggambarkan sumber air menjadi kering.
- Mangsa kalima atau Manggakala berlangsung selama 27 hari mempunyai watak yang juweh atau suka berbicara menggambarkan mangsa ini adalah masa musim penghujan.
- Mangsa kanem atau Naya berumur 43 hari wataknya lantip atine atau pandai melambangkan pohon-pohon mulai tumbuh.
- Mangsa kapitu atau Palguna berumur 43 hari mempunyai watak cengkiling atau suka menempeleng dilambangkan musim penyakit.
- Mangsa Kawolu atau Wisaka berumur 26-27 hari wataknya mejana atau suka meremehkan dilambangkan dengan sifat musim kucing kawin.
- Mangsa Kasanga atau Jita berumur 25 hari mangsa ini memiliki watak barokah atau suka bicara yang tidak-tidak sifatnya dilambangkan dengan musim gangsir dan gareng pung berbunyi.
- Mangsa Kasepuluh atau Srawana berumur 24 hari wataknya mudah tersinggung dan sifatnya digambarkan dengan binatang piaraan mulai bunting.
- Mangsa Desta atau Pandrawana berumur 23 hari wataknya calimut atau suka mengambil milik orang lain, sifatnya digambarkan musim anak burung minta disuapi.
- Mangsa Saddha atau Asuji berumur 41 wataknya cukupan atau sedang, sifatnya digambarkan dengan adanya musim dingin.
Musim diatas dapat dikelompokkan menjadi empat mangsa utama yaitu mangsa katiga (kasa, karo, dan katelu) mangsa yang kering dan tidak pernah turun hujan. Mangsa labuh (kapat, kalima, dan kanem) hujan deras mulai turun meskipun belum ajeg. Mangsa rendheng (kapitu, kawolu, dan kasanga) hujan deras dalam jangka waktu yang panjang. Mangsa mareng (kasepuluh, desta, dan saddha) intensitas hujan mulai berkurang.
Pada perhitungan tahun Jawa dikenal adanya pembagian tahun menjadi delapan, tahun-tahun tersebut digunakan untuk menentukan hari baik untuk melakukan pekerjaan pertanian yaitu membajak, menebar benih, saat panen, jenis hama, dan cara menolaknya tahun tersebut antara lain tahun Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.
Pada tahun Alip hari jumat merupakan hari yang baik untuk membajak, menabur, dan menanam bibit. Hama yang menyerang adalah bangan yaitu jenis hama yang dapat menyebabkan daun padi menjadi kering dan berwarna merah, dapat dicegah dengan ampo (tanah liat yang diberi bumbu dan digoreng tanpa minyak goreng) dan jeruk glundhung di bagian tulakan sawah.
Dalam tahun Ehe hari baik untuk bertani adalah Rabu, hama yang menyerang adalah burung dan dapat diatasi dengan cara menanam buah pisang saba di tulakan sawah.
Pada tahun jimawal hari baik untuk membajak, menyebar, dan menanam benih adalah hari Sabtu, hama yang menyerang adalah hama bugang dan dapat diatasi dengan ramuan sambal cabe dan sayur menir (beras remuk akibat penyosohan) di campur satu dengan bungkak (air bekas cucian beras pertama) dan dibuang di tulakan sawah.
Tahun Je hari baik untuk pekerjaan bertani adalah hari kamis, hama yang merusak pada tahun ini adalah celeng (babi hutan) dan untuk menanggulangi hama tersebut dapat digunakan trasi merah, uncet wadang, jagung di tanam di tulakan sawah.
Tahun Dal hari baik untuk membajak, menanam, dan menabur benih adalah hari minggu, hama yang menyerang adalah puser dan dapat diatasi dengan menggunakan lutung dan timah budheng ditanam di tulakan.
Hari yang baik untuk pekerjaan pertanian pada tahun Be adalah hari senin, jenis hama yang menyerang adalah sundepan dapat dibasmi dengan menggunakan kotoran kuda ditanam di tulakan.
Tahun wawu hari baiknya adalah hari selasa, hama yang menyerang adalah walang (belalang), dapat dibasmi denga lenga taun di tanam di tulakan.
Pada tahun jumangkir hari baik untuk membajak, menyebar, dan menanam bibit adalah hari jumat, hama yang menyerang adalah tikus dan dapat dibasmi dengan jenang baro-baro dan beringin dibungkus daun pisang dan diikat benang lawe lipat 3, kemudian ditanam di tulakan.
Petani dan Petugas Pertanian
Perkembangan pertanian di Majapahit yang berada di daerah pedalaman memang sangat membantu sektor pertanian di Majapahit karena secara geografis wilayah Majapahit yang terdapat di wilayah tropis dan berada pada tanah subur menyebabkan produksi padi yang dihasilkan petani Majapahit cukup melimpah. Produksi padi yang melimpah tersebut digunakan untuk konsumsi kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa kuno dan kelebihan beras tersebut digunakan untuk perdagangan di Nusantara, sehingga dapat diambil pajak dari kerajaan Majapahit untuk dijadikan pendapatan. Perkembangan pertanian tersebut juga menyebabkan diangkatnya pejabat-pejabat khusus yang bertugas mengurusi pertanian di Majapahit.
Pada struktur masyarakat tersebut terdapat istilah wanua atau thani yang mengacu pada suatu wilayah yang ditinggali oleh para petani dan penduduk desa. Sebutan yang digunakan untuk masyarakat atau petani setempat tersebut adalah anak wanua atau anak thani. Anak thani juga sering disebut dengan thani, thani bala, dan tanayan thani. Sebutan tersebut sama saja dengan anak wanua. Tanah yang sering digunakan petani adalah sawah, gaga (ladang), kbuan (kebun), dan renek (rawa). Sawah menempati kedudukan tertinggi.
Kedudukan sosial di masyarakat dapat dilihat dengan perbedaan pemilikan tanah. Sumber prasasti menyebutkan bahwa yang menyumbang tanahnya untuk digunakan sebagai daerah sima adalah para pemimpi di tingkat wanua, ditingkat watak misalnya dewan para rama, atau para samget, atau para rakai. Hal tersebut dapat menjadi gambaran bahwa status sosial seseorang di masyarakat dapat ditunjukkan dengan luas tanah yang dimiliki. Pada masalah transaksi tanah juga melibatkan orang-orang yang mempunyai sebutan dang, mpu atau mpungku, rakryan, samget, dan mapanji. Hal tersebut menunjukkan gambaran golongan masyarakat yang berbeda. Petani juga dapat dibedakan berdasarkan status keturunan dalam desa tertentu, kelompok pertama adalah anak wanua atau anak thani adalah kelompok elit desa yang merupakan keturunan langsung dari pendiri desa. Kelompok kedua adalah keturunan dari pendatang baru, pada dasarnya hanya kelompok pertama yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam dewan pimpinan desa dan memiliki sawah.
Komunitas petani tersebut juga memiliki sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh rama (karaman), atau tuha wanua, atau tuha tuha. Pada kelompok lain terdapat pula kelompok yang mempunyai fungsi-fungsi khusus yaitu matamwak berfungsi sebagai petugas pengawas bendungan, hulu wuattan sebagai petugas pengawas jembatan dan jalan, hulu wras sebagai petugas pengatur distribusi air, hulu air atau huler atau penghulu banyu adalah petugas pemimpin irigasi, dan wariga sebagai petugas ahli perhitungan musim.
Pada sistem tersebut terdapat juga petugas yang mengurusi urusan pertanian. Pekerjaan petugas tersebut mencakup urusan pertanian saja, petugas tersebut yaitu ambekal tuwuh sebagai petugas pengurus hasil bumi, asedahan thani adalah petugas yang mengurusi tanah dan pajak pertanian, angucap gawe thani sebagai kepala kegiatan wilayah, terdapat juga kelompok manggilala drawya haji atau wilang wanua atau wilang thani bertugas sebagai petugas pencacah atau melakukan sensus terhadap penduduk, dan tuha alas sebagai pengawas kegiatan perburuan di hutan.
Perkembangan Pertanian Majapahit
Perkembangan pertanian di Majapahit dapat disebut sebagai evolusi budaya sebab pada sistem kehidupan sebelumnya hanya mengenal berburu ataupun mengumpulkan makanan, tentu sistem itu terus berkembang dan berubah dari waktu- kewaktu mengalami pembaharuan dan perbaikan sistem. Pertanian di Majapahit juga sangat maju karena di tunjang oleh sektor alam dan campur tangan penguasa. Hal itu tentu berpengaruh pada produksi pertanian yang di hasilkan oleh petani Jawa kuno waktu itu. Produksi pertanian yang di hasilkan tersebut digunakan tidak hanya sebagai barang konsumsi tetapi juga digunakan sebagai barang dagang yang menggerakkan sektor perekonomian. Sektor perekonomian tersebut mempunyai pengaruh pada sektor lain, terutama pada sistem kehidupan sosial dan sistem politik yang ada. Pertanian di Majapahit dapat disebut sebagai penggerak utama atau penopang kehidupan di Majapahit sebab pertanian pada majapahit tersebut dapat menggerakkan perdagangan dan menjadi pajak pemasukan yang besar bagi kerajaan Majapahit.
Secara geografis letak kerajaan Majapahit yang terletak di pedalaman Jawa dan di sekitarnya terdapat sungai Brantas, sungai Bengawan Solo, dan sungai-sungai kecil disekitarnya menyebabkan pengairan di Majapahit tersebut dapat terpenuhi, selain kondisi itu sektor pertanian di Majapahit juga didukung dengan adanya gunung berapi yang masih aktif yang dapat menyuburkan lahan. Daerah Majapahit tersebut terdapat pada dataran rendah yang luas sehingga memudahkan pertanian di Majapahit menjadi berkembang pesat. Perkembangan pertanian Majapahit tersebut juga disebabkan oleh letak geografis indonesia yang terletak di kawasan beriklim tropis yang mendapat curah hujan dan sinar matahari yang cukup sehingga kondisi tersebut menjadi pendorong perkembangan pertanian di kala itu.
Perkembangan sektor pertanian di Majapahit tidak hanya didukung oleh faktor alam sama, faktor lain yang mendukung perkembangan pertanian di Majapahit adalah adanya campur tangan dari penguasa. Pentingnya pertanian di Majapahit tersebut menyebabkan adanya campur tangan dari pihak penguasa, campur tangan tersebut penguasa di bidang pertanian adalah pada adanya sarana dan fasilitas pertanian yang disediakan oleh penguasa kerajaan. Sarana tersebut dibuktikan dengan adanya bangunan fisik seperti bangunan penyalur air (talang, weluran, dan arung). Terdapat juga waduk-waduk dan kanal-kanal yang digunakan untuk memenuhi kehidupan pertanian di Majapahit. Bangunan-bangunan fisik tersebut tidak hanya berfungsi sebagai penyalur air saja, ada beberapa bangunan yang berfungsi sebagai bangunan pengendali air (tamwak dan dawuhan), bangunan tersebut diciptakan oleh penguasa untuk menghindari resiko banjir yang dapat merusak lahan pertanian. Untuk mengoprasionalkan bangunan ini, terdapat juga petugas yang mengoprasionalkan bangunan ini.
Pertanian dapat dikatakan hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan perekonomian di Majapahit, hal tersebut ditinjukan dengan adanya petugas-petugas yang mengatur dan mengendalikan hal-hal yang berkaitan dengan distribusi air atau pajak yang menjadi sumber pemasukan kerajaan Majapahit. Petugas-petugas pertanian (ambekal tuwuh, asedahan thani, angucap gawe thani, mangilala drawya haji, dan wilang thani) memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam hal mengurusi pertanian di Majapahit tentu hal tersebut menimbulkan adanya struktur masyarakat yang makin kompleks.
Sistem pertanian di Majapahit yang tertata dengan rapi tersebut menimbulkan produksi yang besar dan pemasukan yang besar pula untuk kerajaan. Produksi pertanian yang paling utama adalah padi, sesuai dengan makanan pokok penduduk Jawa kuno. Hingga kini padi atau beras tetap menjadi makanan utama penduduk di nusantara ini terutama wilayah Jawa. Surplus hasil produksi yang dihasilkan oleh petani Majapahit tersebut digunakan untuk barang perdagangan di nusantara ini karena konsumsi utama penduduk adalah padi atau beras. Beras tersebut juga diperjual belikan dengan pihak kerajaan asing. Letak Majapahit yang memiliki pelabuhan yang sering disinggahi oleh pedagang asing menyebabkan perekonomian di Majapahit semakin maju dengan memperjual belikan padi yang menjadi komoditas di waktu itu. Beras yang dihasilkan tersebut dapat juga digunakan untuk di pertukarkan dengan rempah-rempah di daerah maluku untuk dijadikan barang konsumsi atau dijual kembali pada pedagang asing yang berada di wilayah Majapahit.
Perkembangan teknologi pertanian di Majapahit menjadikan produksi yang dihasilkan pada masa itu dapat digunakan sebagai barang pemuas kebutuhan dan juga diperdagangkan sehingga menjadi pemasukan kerajaan. Perkembangan tersebut tak lepas dari kemajuan budaya masyarakat sehingga dapat menghasilkan barang yang dapat mempermudah pengolahan sistem pertanian. Perkembangan pertanian di masa Majapahit juga tidak terlalu jauh berbeda dengan masa kini, pada masa ini masih banyak petani tradisional yang menggunakan bajak dengan sapi, ani-ani, dan penggunaan upacara adat untuk pertanian yang hampir sama dengan masa pertanian di masa Majapahit. Perkembangan pertanian di masyarakat Jawa kini juga masih menggunakan sistem penghitungan tanggal pasaran untuk menentukan pekerjaan pertanian yang dilakukan pada tanggal tersebut. Perkembangan pertanian tersebut menjadi bukti bahwa adanya kecerdasan masyarakat lokal dalam mengembangkan pertanian.
Perekonomian merupakan salah satu faktor penting yang dapat menggerakkan sektor lain, kejayaan Majapahit juga tak lepas dari peran perekonomian yang terstruktur dengan baik oleh para penguasa. Perekonomian tersebut paling besar digerakkan oleh sektor pertanian terutama pertanian padi. Dalam perkembangannya banyak hal yang berpengaruh seperti faktor alam dan adanya campur tangan pihak penguasa hal tersebut menjadi bukti adanya keseriusan dari pihak penguasa sehingga menjadikan majapahit semakin berjaya. Majapahit terkenal denga kerajaan Maritim yang kuat dengan memiliki armada laut yang kuat, hal itu tentu mendapat dukungan dari perekonomian di Majapahit yang di gerakan oleh sektor pertanian, sehingga Majapahit tidak hanya sebagai kerajaan Maritim saja tetapi juga sebagai kerajaan agraris.
Komentar
Posting Komentar